Seputar Pemain Sepakbola Muslim di Liga Inggris

Terlepas dari ke kefanatikan kelompok minoritas, ada beberapa nyanyian sepakbola di liga sepakbola Inggris pada saat ini. Yang paling populer adalah dari kota Liverpool yang didedikasikan kepada salah satu striker keturunan dari kawasan Timur Tengah.

Salah satu penggalan lirik dari lagu tersebut berbunyi “if he’s good enough for you/he’s good enough for me/if he scores another few/then i’ll be muslim too,”, dan yang kemudian diakhiri dengan “he’s sitting in the mosque/that’s where i want to be.” Subjek dari lagu atau nyayian tersebut merujuk kepada salah satu bentuk tradisi penghormatan para fans klub tersebut kepada salah satu pemain sepakbola yang membela Liverpool yaitu Mohammad Salah.

Jauh sebelumnya fenomena phobia terhadap umat muslim yang dilakukan oleh para pengacau kelas atas dan pengikutnya, para pemain kulit hitamlah yang menjadi korban terhadap tindakan rasisme. Atmoser menjadi berubah beracun ketika kelompok seperti national front ikut menonton pada pertandingan.

Xenopobhia atau ketidaksukaan atau ketakutan terhadap orang-orang dari negara lain, atau yang dianggap asing pun terjadi pada tahun 70-an dan 80-an diantaranya adalah adanya chant atau yel-yel yang berbunyi “there ain’t no black in the union jack/send the bastards back.”.

Kemudian semuanya mulai berubah ketika datangnya nama-nama seperti Cyrille Regis, yaitu mantan pemain West Bromwich Albion dan penyerang Inggris yang lahir di Guyana Prancis. Dia adalah bagian dari generasi pemain non-kulit putih yang tidak hanya merevolusi permainan, tetapi juga sikap terhadap xenophobia di seluruh daratan Inggris. Regis, yang meninggal pada bulan Januari tahun 2018, ketika berusia 59, tidak akan pernah mengklaim bahwa prasangka baik telah dihapuskan, tetapi dengan begitu banyak bintang karismatik seperti dia, kebencian berdasarkan warna kulit menjadi sesuatu hal jahat, dan memalukan.

Adapun saat ini para haters berusaha membelokan opini kebencian mereka kepada agama. Bukan hanya di lapangan sepakbola saja, mereka juga menyerang pada bidang politik dan penulis, komentator media dan juga para aktivis sosial media. Mereka para pembenci umat muslim berusaha dengan cara melakukan apapun untuk menghasut 1,8 miliar orang di seluruh dunia dengan dengan berbagai macam tindak kejahatan termasuk juga perbuatan terorisme.

Bahkan ada seruan bagi siapa pun yang terkait dengan islam untuk ditahan atau dideportasi tujuannya adalah agar mereka menjadi korban dari “final solution”, sama seperti orang Yahudi selama Holocaust. Dalam kasus laki-laki muda muslim, mereka dikarikaturkan sebagai pembunuh potensial, siap mengangkat senjata untuk kelompok-kelompok barbar yang merusak salah satu dari tiga agama monoteistik besar dunia untuk tujuan mereka sendiri.

Tetapi faktanya adalah, Mohammad Salah merupakan seorang muslim biasa yang mempunyai kebiasaan yang khas. Selain mejadi seorang pekerja keras, dia juga mempunyai komitman untuk perdamaian baik di negara asalnya maupun di seluruh dunia. Hal ini diwujudkan dalam bentuk berdoa ketika melakukan selebrasi gol dengan cara bersujud bersama rekan setimnya yang sesama muslim, yaitu Sadio Mane dan Emre Can.

Di Manchester United ada Paul Pogba, yang pidah dari Juventus pada tahun 2016 kemarin dengan rekor biaya transfer hampir sebesar 60 juta pundsterling.

Seperti sesama muslim lainnya, ia terkenal karena menyumbangkan sebagian besar gajinya yang besar untuk amal. Selain itu ada Riyad Mahrez, yang membantu Leicester memenangkan liga pada 2016 - dan N'golo Kanté, rekan satu tim lamanya, yang sekarang menjadi pemain Chelsea. Dan kemudian ada Mesut Özil di Arsenal, Yaya Touré di Manchester City, Mamadou Sakho di Crystal Palace, dan Islam Slimani di Newcastle.